Kriteria Kepemimpinan di Mandar

By: empenoer

Iq-o diting bunga koda
dao meloq nisullu
muaq tania
tomamea gambana
pano pindang dadzanna
tamma topa mangaji

Demikian kutipan bait salah satu syair lagu yang cukup populer di mandar.

Makna dari syair lagu tersebut mengandung mana filosofi kriteria kepemimpinan yang patut menjadi referensi bagi orang Mandar.

Dalam pemahaman penulis, iq-o diting bunga koda dao melo nisullu (bisa bermakna kursi kepemimpinan yang tak boleh diduduki), mua tania; tomame gambanna, pano pindang dadzanna, tamma topamangaji.

Tomamea gambana dalam falsafah Mandar adalah merupakan salah satu krieteria kepemimpinan di Mandar dari tiga kriteria yang jadi panutan sejak Islam berkembang di Mandar, dua kriteria lainnya adalah dilambangkan dalam istilah panopindang dadzanna, dan tamma topa mangaji.

Makna tomamea gambana adalah figur yang memiliki kharisma kepemimpinan tanpa melihat latarbelakang strata sosial (latar belakang bangsawan raja dan hadat memang cukup kental jadi patokan di era kerajaan, dan era sekarang tdk lagi melihat starata tersebut, melainkan pada kharisma seseorang yang ditempa oleh pengalaman dan kualitas manusianya), sebab mamea bermakna merah yang melambangkan keberanian, semangat, dan gamba sendiri bisa melambangkan kemampuan seseorang untuk mempersatukan perbedaan yang ada, dan kriteria lain yang dalam falsafah panopindang dadzanna tdk dapat dimaknai secara logawi, karena pano pindang bisa berarti penyakit kulit (kurap) tetapi makna yang dikandung dari filosofi tersebut adalah orang berilmu, artinya dia mampu menggerakkan sesuatu dengan hati, dan hati tidak pernah berbohong, sedang  makna tamma topamangaji dapat dimaknai beriman, karena yang khatam qur’an bisa melambangkan memiliki ilmu agama yang dalam, sehingga di Mandar sejak Islam sampai saat ini, meski tak menafikan starata sosial bangsawan raja dan bangsawan hadat untuk menjadi pemimpin, namun menunjukkan filosofi kriteria kepemimpinan tersebut ternyata tetap sesuai dalam perkembangan perubahan zaman. Karena saat ini harus diakui tidak lagi melihat starata sosial bangsawan raja atau bangawasan hadat, tetapi lebih pada kualitas seseorang.

 

Pos terkait