Tanah Mandar di Sulawesi Barat

By: Muhammad Ridwan Haminuddin

Penulis lahir di Majene Sulbar pada 54 tahun silam di RS Marendeng Majene. Tahun 1977 hijrah ke kota Makassar dan tahun 1999 hijrah ke kota Surabaya, tahun 2016 kembali ke Sulselbar untuk majukan sulbar.

Mandar tanah kelahiranku, aku sangat cinta negeri ini, semoga bisa saya majukan selama 20 tahun kedepan 2024-2044.

Konsep tata kota mandiri sudah saya persiapkan sejak lama untuk Sulbar. Saya ingin mandar Sulbar menjadi destinasi dan menjadi surga buat semua pendatang dari dalam negeri dan luar negeri.

Mandar ialah suatu kesatuan etnis yang berada di Sulawesi Barat. Dulunya, sebelum terjadi pemekaran wilayah, Mandar bersama dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan.

Meskipun secara politis Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan diberi sekat, secara historis dan kultural Mandar tetap terikat dengan “sepupu-sepupu” serumpunnya di Sulawesi Selatan.

Istilah Mandar merupakan ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga) dan tujuh kerajaan di gunung (Pitu Ulunna Salu). Keempat belas kekuatan ini saling melengkapi, “Sipamandar” (menguatkan) sebagai satu bangsa melalui perjanjian yang disumpahkan oleh leluhur mereka di Allewuang Batu di Luyo.

Rumah adat suku Mandar disebut Boyang. Perayaan-perayaan adat diantaranya Sayyang Pattu’du (Kuda Menari), Passandeq (Mengarungi lautan dengan cadik sandeq), Upacara adat suku Mandar, yaitu “mappandoe’ sasi” (bermandi laut). Makanan khas diantaranya Jepa, Pandeangang Peapi, Banggulung Tapa, dll.

Mandar memiliki berbagai seni seperti seni sastra.Bentuk sastra Mandar ada 2 (dua) yaitu Bentuk prosa yaitu karangan bentuk bebas tetapi berirama.Karangan bentuk prosa disebut juga cerita dan meliputi Pomolitang atau pau-pau losong (dongeng), misalnya dongeng I Puccecang annaq I Pulladoq (Kera denagan Pelanduk), Toloq (kissah) menggambarkan liku-liku kehidupan dari seseorang tokoh dalam masyarakat misalnya kisah Tonisesseq di Tingalor (seorang bidadari jatuh dari kayangan dan ditelan oleh seekor ikan Tingalor), Sila-sila (silsilah) menggambarkan suatu kerajaan dan nama-nama rajanya secara turun-temurun, misalnya silsilah raja-raja di Pamboang, Sendana, Banggae dsb, Pau-pau pasang atau Pappasang (pesan-pesan luhur) menggambarkan ajaran normal, nasihat dan petuah bagi kehidupan seseorang, keluarga dan bagi kehidupan masyarakat yang lebih luas, misalnya pesan orang tua terhadap anak-anaknya, pesan seorang kakek terhadap pasangan suami isteri, pesan seorang sesepuh kepada warga masyarakat, pesan-pesan raja pada rakyatnya.

Bentuk seni sastra yang kedua yaitu Karangan bentuk puisi
Karangan bentuk puisi disebut juga kalindaqdaq. Suatu bentuk penuturan perasaan seseorang dengan untaian kalimat-kalimat indah.

Terdiri dari 4 (empat) baris dalam satu bait, dan dalam satu bait susunan suku katanya terdiri dari 8-7-5-7. Bersajak a.b.a.b atau abba atau aaaa. Menurut isinya kalindaqdaq ini dari 6 (enam) macam yaitu :
– Kalindaqdaq Muda mudi
– Kalindaqdaq Masaqala (Keagamaan)
– Kalindaqdaq Mappakatuna Alawe (Merendahkan diri).
– Kailindaqdaq pepatudu (Nasihat)
– Kalindaqdaq Pettommuaneang (Kepahlawanan).
– Kalindaqdaq Pangionoang (Humor)

Seni Mandar yang kedua yaitu Seni Gerak Tradisional. Seni gerak tradisional atau tari dalam bahasa Mandar disebut “TUQDUQ” dan pelakunya disebut “PATTUQDUQ”.

Dahulu pada pemerintahan raja-raa di Mandar pattuqduq digolongkan atas 3 (tiga) macam menurut stratifikasi pelaku dan kebutuhannya yaitu Pattuqduq anaq pattola paying oleh bangsawan penuh, Pattuqduq anaq pattola tau pia oleh keturunan hadat (masing-masing dipertunjukkan apabila ada upacara kerajaan), danPattuqduq tau biasa oleh orang umum, dipertunjukkan apabila sewaktu-waktu ada acara raja dan anggota hadat dipertunjukkan sebagai hiburan rakyat.

Jenis tari tradisional ini adalah :
– Sarwadang
– Kumabaq
– Cakkuriri
– Palappaq
– Losa-losa
– Sawawar
– Sore
– Dego

Selain tuqduq tradisional yang modernisasi, juga telah bermunculan pula tari kreasi baru seperti Tari Tomassengaq, Tari Pahlawan, Beruq-beruq to Kandemeng, Tari Layang-layang, Tengga-tenggang Lopi, Parri-Parriqdiq, Toaja dll.

Seni Mandar yang ketiga yaitu seni Seni vokal dan instrumental. Seni vokal orang Mandar dapat dikenal melalui lagu-lagu rakyat antara lain ayangang peondo, ayangang meqdaq, ayangang toloq, ayangang dialalang, ayangang buraq sendana, ayangang sayang-sayang, ayangang tomenjari luyung, Dan beberapa lagu klasik lainnya seperti Andu-andu ruqdang (berasal dari kata andiq-andiq duruqdang), Kelloqmaq, Gayueq, Kanjilo dll.Lagu-lagu klasik pada zamannya itu biasanya dilagukan dengan iringan alat-alat instrumental tradisional pula seperti Kecaping, Sattung, alat nikoqbiq (dipetik)Suling, keke; alat nituei (ditiup), Gesoq; alat nigesoq (digesek)Jarumbing, alat nepettuttuang (dipukulkan)Ganrang, gong, tawaq-tawaq, calong, katto-kattoq, alat nituttuq (dipukul). Selain itu ada juga ayangang Untuk menghibur orang-orang sakit adanya suatu ayangang yang disebut “Ayangang Layauela”, nyanyian yang bersifat menyembuhkan penyakit sama dengan pelipur lara. Biasanya dinyanyikan oleh 2 (dua) orang dukun secara bersamaan.

Seni mandar yang keempat yaitu seni Rias pada tubuh, macam seni rias tradisional mandar yaitu simbolong atau kondeq (sanggul = gulungan rambut di kepala), tappu-tappung (bedak dari beras untuk rias pada muka perempuan, gincu (pemerah bibir khusus wanita), paccilaq (penghitam alis khusus perempuan), dan Rias pada pakaian seperti gallang (gelang pada lengan wanita), atti-atting (anting-anting), paku-paku (sejenis anting-anting), beros (peniti dari emas), ratte-ratte (kalung rantai), tombi-tombi (kalung pada anak-anak wanita), simaq-simang (gelang untuk anak-anak wanita).

Ada juga untuk pattuqduq seperti Riaskawariq (kalung besar), gallang balleq (gelang lebar), dali (subang) dan bakkar.

Baju tradisional untuk pakaian adat bagi wanita adalah pasangang (warna merah, hijau dan ungu) yang masih gadis dan baju pokko warna sembarang.

Pasangang (warna putih, biru atau hitam) yang sudah kawin. ada jugaSarung, pada umumnya sarung sutra dikenakan apabila menhadiri suatu acara atau hal-hal yang dianggap penting dengan corak bermacam-mcam misalnya Sureq padada warna dasar merah bergaris-garis putih dan biru atau hitam, Sureq lowing tidak punya warna dasar corak besar-besar dengan warna merah jambu, coklat, hijau dll. Sureq pengulu dengan warna dasar hitam bergaris-garis putih dan coklat tua, Sureq tunggeng dengan warna dasar sembarang seperdua dari sarung itu coraknya dibuat berlawanan dan pandeng kammuq warna dasar Sureqar ungu, bergaris-garis putih, coklat dll.
Untuk laki-laki songkok. Sokkoq ada 3 macam yakni Sokkoq lotong (kopiah hitam), sokkoq Bone) dan saputangan (destar).Khusus songkok hitam, pemasangannya harus sedemikian rupa, tidak terlalu miring ke samping kanan atau kiri tidak mencuat ke muka atau ke belakang sebab akan mudah atuh dan dianggap kurang sopan. Dan pemasangan melintang, berarti orangnya lapar atau kurang sehat.

Seni mandar yang kelima yaitu seni rupa. Hasil seni rupa yang dapat kita nikmati sebagai hasil seni rupa orang Mandar antara lain kita jumpai pada Kayu puncak Qubah mesjid Al-Fatah Kec.Pamboang (Mesjid Agung Pamboang yang didirikan oleh Siiyed Zakaria dan RM.Suryo Dilogo terukir dengan motif huruf Arab atau Al-Qur”an, Jeppang (lesplan rumah ujung dan pangkal) dengan motif naga dan tumbuh-tumbuhan, Tiang bendera Kerajaan Balanipa “ISORAI” (Sinar Kemenangan) di mana wajah Arayang Todialing dan Puatta I Saranati dipahatkan sebelah-menyebelah, Butung-butung (kayu pada pertemuan ujung jeppang sebelah atas) dengan motif garis, daun dan bunga, Paqaling-aling (kayu bengkok kecil yang diinjak pada bual atau alat bongkar tanah, Teqo dan guma gayang (gagang dan sarung keris) dengan motif garis dan tumbuh-tumbuhan), Pammaluq, Passa, Talutang (masing-masing alat tenun) diukir dengan motif garis dan bidang-bidang segi empat,lingkaran dan segi tiga, Pamarung (puncak bagian muka belakang perahu baqgoq) dengan motif tumbuh-tumbuhan dan pada umumnya diberi warna hijau, Tindaq batu (batu nisan dengan motif garis tumbuh-tumbuhan), Tappere (tikar yang dibunga dengan pinggir yang berbagai macam corak dan pada umumnya kombinasi warna-warna merah hijau dan kuning), Suling (alat seni) dengan motif garis bidang-bidang segi empat dan lingkaran dengan warna hitam, Lariq (pion kayu pada dinding) dengan motif garis, daun, bunga dan lingkaran, dan Hiasan-hiasan dinding dengan motif an warna yang serasi dari bahan kain dan benang.

Kita manusia sebagai makhluk individu dalam seni, bahasa, dan sastra mandar, kita berperan untuk menjaga kelestarian budaya yang ada disuku Mandar agar tidak punah. Dengan cara mencintai budaya Mandar tanpa merendahkan budaya orang lain, mempelajari kesenian yang ada disuku Mandar misalnya tari tradisional atau alat musik tradisional Mandar, mempelajari bahasa daerah suku Mandar, menghilangkan perasaan gengsi untuk memakai produk tradisional Mandar, tidak cepat terpengaruh dengan budaya-budaya asing, dan masih banyak lagi hal-hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga kelestarian budaya Mandar.

@mrh09@

Pos terkait