Stunting Berhubungan Resiko Kematian

Palu, 50detik.com – Stunting menjadi salah satu masalah sosial yang dihadapi dunia di negara berkembang seperti Indonesia karena berhubungan dengan meningkatnya resiko kematian, daya tahan tubuh yang rendah, kurangnya kecerdasan, perkembangan otak, dan terhambatnya pertumbuhan mental.

Dampak stuting tidak hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tapi juga berdampak pada roda perekonomian dan pembangunan bangsa. Sebab sumber daya manusia stunting memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan sumber daya manusia normal.

Hal tersebut disampaikan Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah dalam sambutannya yang dibacakan PJ. Sekdaprov Dr. Rudi Dewanto, S.E., MM Pada Rapat Koordinasi Dan Sinkronisasi Program Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah bertempat di Swissbell Hotel Silae Palu. Selasa, 04 Oktober 2022.

Menurut PJ. Sekdaprov Provinsi Sulawesi Tengah masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar untuk menurunkan prevalensi karena masih masuk dalam kategori 10 provinsi yang memiliki angka stunting yang tinggi.

Untuk itu, keterlibatan berbagai komponen yang memiliki kapasitas dan kompetensi sangat penting untuk dapat bersama berkomitmen dalam percepatan penurunan angka stunting di wilayah Sulawesi Tengah.

Lebih lanjut dikatakannya, berbagai upaya telah dilakukkan pemerintah daerah untuk menurunkan angka prevalensi stunting.

“Perjuangan mencegah dan menurunkan stunting tentu tidak mudah sebab tantangan akan selalu ada, namun jadikan tantangan sebagai semangat dan dorongan dalam menjalankan komitmen bersama mewujudkan Sulawesi Tengah yang lebih sejahtera dan lebih maju,” tutup PJ. Sekdaprov.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Tengah Tuty Zarfiana, SH, M.Si dalam laporannya menjelaskan Rakor yang mengangkat tema’ Dengan semangat semua bisa kerja kita wujudkan Sulawesi Tengah bebas stunting’.

Adapun tujuan Rakor ; terwujudnya komitmen dan dukungan nyata terhadap kebijakan nasional percepatan penurunan stunting yang secara operasional menjadi kebijakan pemerintah daerah.

Mengkoordinasikan dan mensinkronkan program kegiatan serta mengidentifikasi permasalahan stunting di Sulawesi Tengah. Output yang diharapkan adanya kesepakatan bersama dari peserta untuk mendukung program stunting di daerah dan penyusunan perencanaan anggaran terpadu dalam perencanaan anggaran stunting.

“Justru kasus yang banyak ialah kematian pada ibu dan anak, maka para suami juga harus turut mendampingi istri untuk ber KB karena sang ibu juga butuh dukungan suami dalam ber KB. Dilihat dari program tersebut, hasil pendataan ber KB di Sulawesi Tengah masih berada di posisi terendah. Kalau KB tidak ditangani maka akan berdampak pada angka penurunan stunting .” Ujar Kepala Perwakilan BKKBN Sulawesi Tengah, Tenny C. Soriton, S.Sos., MM.

Penggunaan KB masih sangat jauh dari target yang telah ditentukan penggunaan implan 26,30% pil 12,81% suntikan 41,5%. Dalam upaya penurunan stunting diharapkan untuk ibu yang setelah melahirkan akan menggunakan KB, jika tidak segera ber KB maka akan besar terjadinya kehamilan yang tidak dinginkan. Sebaiknya 40 hari setelah melahirkan merupakan waktu yang tepat untuk ber KB dan jika tidak menggunakan KB akan sangat berisiko untuk hamil lagi.

Dikatakannnya bahwa Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah membentuk tim Audit Stunting pada 13 kabupaten/kota yang dimana tugasnya untuk mencegah dan melakukan percepatan penurunan angka stunting,

Namun yang menjadi persoalan saat ini ialah beberapa keluarga masih belum memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bahkan belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan yang menjadi faktor utamanya adalah menikah dibawah umur 19 tahun. Dalam kegiatan pendampingan ini, menghasilkan pencapaian yang sangat baik, dan yang paling banyak melaporkan dari seluruh kabupaten ialah Kabupaten Banggai.

Sehingga diharapkan untuk semua kabupaten yang berada di Sulawesi Tengah bisa aktif dalam upaya percepatan penurunan angka stunting. “Mengharapkan agar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) KB memperhatikan pengelolaan anggaran dana lokasi khusus (DAK) non fisik, karena serapannya masih sangat rendah” tutupnya. (humas bkkbn sulteng)

 

Pos terkait