Kurangnya Sosialisasi dan Lemahnya Edukasi Penyebab Perkawinan Anak Meningkat

Palu, 50detik.com–Kasus perkawinan anak di Sulteng masih cukup tinggi. Dan tak pelak lagi, dampaknya menimbulkan berbagai persoalan sosial. Hal inilah yang perlu disikapi bersama dengan Para mitra dan OPD terkait.

Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng, menyampaikan adanya beragam alasan kenapa di Sulteng, kasus perkawinan anak meningkat. Terlebih pasca bencana yang terjadi di beberapa daerah padagimo (palu, Donggala, Sigi dan Parigi moutong), berlanjut lagi dengan adanya pandemi covid 19, tentunya hal itu menjadi salah satu alasan kenapa sampai para orang tua menikahkan anak-anaknya dalam usia yang masih muda, belum matang bahkan belum saatnya untuk dinikahkan.

” Ini sebagai gambaran atau akar masalahnya kenapa di Sulteng, angka perkawinan anak meningkat, ” ungkap Erna.

Dari beberapa contoh kasus yang ada, alasan para orang tua menikahkan anaknya di usia yang masih sangat muda, antara lain karena faktor ekonomi, karena agama, kultur tradisi/budaya, dan karena kenakalan remaja atau pergaulan bebas.

Sehingga akibatnya, banyak anak yang putus sekolah, menimbulkan banyak kasis KDRT, Ketika menikah, perekonomiannya kurang mapan maka timbullah KDRT. Dan angka perceraianpun jadinya meningkat.

” Maka disini mari kita duduk bersama membuat satu konsep baru yaitu patujua ini.

Dimana kita harus peduli terhadap remaja, meningkatkan advokasi dikalangan remaja melalui komitmen dalam menggalakkan program patujua. Satu tujuan dalam mencegah terjadinya perkawinan anak dan upaya penurunan terhadap kasus perkawinan anak.

Nah, disinilah kita duduk bersama, kata Erna, Meningkatkan sinergi dan membangun pemahaman dengan semua sektor, di OPD pemerintah, P2KB, PKK, Forum GenRe, Kemenag, Pendidiikan, Pemberdayaan Perempuan dan anak, Tokoh agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, LSM, Pers serta lintas sektor lainnya. Selain itu juga kita punya PIK Remaja, yang ada di sekolah.

” Jadi mari kita manfaatkan semua ini, menyatukan program dan melakukan aksi dalam satu forum yang namanya program Patujua, ” pungkasnya.

Karena kita akui bahwa selama ini kelemahan kita yaitu karena kurangnya sosialisasi tentang program pendewasaan usia perkawinan dan resiko melahirkan pada usia muda. Masih kurangnya pembinaan terhadap PIK Remaja.

Kurangnya komunikaso, Informasi dan Edukasi (KIE) Tentang resiko melahirkan di usia muda. Olehnya dibutuhkan dukungan stakeholders dan mitra kerja, membangun MoU dengan dinas pendidikan, universitas terutama dengan kemenag.

Dengan memperkuat dan mempertegas peraturan terkait batasan usia maksimal untuk menikah.

Erna menambahkan bahwa Implementasi program patujua yang akan kita laksanakan memakai kearifan lokal, melakukan advokasi kepada pemangku kebijakan. Apalagi gubernur juga sangat respon dengan program ini.

” Regulasi sudah ada, SK Gubernur tentang tim terpadu patujua juga sudah ada. Kedepan akan ada pergubnya. Sehingga bila kita bersatu bisa menyuarakan ini, sangat luar biasa hasilnya, ” kata Erna yang sudah sangat mantap dengan program patujua sebagai salah satu upaya dalam mencegah perkawinan anak.

Sumber: Humas BKKBN Sulteng

Pos terkait