Kepala dan Hati Guru Bergerak

Oleh: Syam Zaini, Ketua PGRI Sulteng

“Guru penggerak bukanlah sesuatu yang inklusif, namun merekalah yang nantinya diharapkan akan dapat melakukan perubahan paradigma pendidikan baru.”

Pendidikan saat ini bagaikan “gadis seksi” yang tak akan pernah berhenti untuk dibicarakan, mulai dari pergantian menteri milenial, program organisasi penggerak, program guru penggerak, program sekolah penggerak sampai yang terbaru hebohnya permendikbud no 30 tahun 2021.

Sebaik apapun tekhnologi pendidikan, Kurikulum maupun infrastruktur disekolah tak akan bisa menggantikan peran guru disekolah. Untuk itu guru penggerak disekolah merupakan alternatif sebagai trigger perugahan pendidikan kearah yang lebih baik. Guru penggerak diharapkan dapat membawa perubahan iklim pembelajaran disekolah secara holistik yang akan mewujudkan profil pelajar Pancasila.

Dalam perjalanannya progam “penggerak” mas menteri ini tentu saja banyak menuai pro dan kontra, mindset untuk “menghakimi” seakan menjadi budaya kearifan lokal, seperti guyonan anak muda sekarang. Untuk mentranformasikan konsep “merdeka belajar” kepada murid, tentunya harus dimulai terlebih dahulu kepada gurunya untuk “merdeka mengajar”. Guru harus memerdekaan dirinya yang nantinya diharapkan disamping dapat menggerakkan dirinya sendiri sebagai pemimpin pembelajaran disekolah juga sebagai guru yang dapat menggerakkan guru lainnya dilingkungan kerhjanya.

Lantas siapa yang dimaksud sebagai guru penggerak ? Salah satu gambaran guru penggerak itu versi mas menteri adalah guru unik tersebut “nakal”, nakal yang tak pernah diam untuk selalu melakukan kreatifitas dan membuat inovasi baru dalam inovasi pembelajaran. Guru guru “gila” tersebut selalu sulit dibendung dengan kreatifitasnya. Mereka selalu konsisten dan mencari upaya agar muridnya dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Ini merupakan tugas mulia dari guru penggerak, maka seorang guru penggerak haruslah mengisi “kepala dan hatinya” secara berkelanjutan dan terus menerus belajar secara mandiri. Bukan karena dorongan dari atasan atau oleh siapapun, namun semata mata atas kesadaran sendiri.

Program merdeka belajar dalam konteks guru penggerak sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Pendidikan merupakan sesuatu yang lebih luas dan esensial dari pengajaran semata. Mengajar hanya terkait dengan mentranfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan semata, namun mendidik itu berupaya menjadikan murid murid kelak menjadi manusia seutuhnya.

Pembelajaran yang tadinya berorientasi kelas menjadi berorientasi kepada individu. Murid yang tadinya sebagai obyek, namun diubah paradigmanya menjadi “raja” dalam proses pembelajaran.

Menyongsong Hari Guru Nasional 2021 yang diambil dari hari lahirnya PGRI tanggal 25 Nop 1945, dengan semboyan “bangkit guruku, maju negeriku” tentunya bukan sekedar euphoria semata. Mari kita buktikan bahwa kita benar benar merupakan sosok guru profesional yang memang layak untuk dihormati, yang memang sepantasnya mendapatkan tunjangan profesional guru. “Bergerak dengan hati pulihkan pendidikan”, sesuatu yang menggelitik kaum guru agar dapat melakukan tugas profesionalnya bukan hanya karena orientasi materi semata.

Pos terkait