Inilah Syarat Wanita Masuk Surga. Simak Penjelasan Berikut Ini

Sidoarjo, 50detik.com — Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo mengungkapkan ada empat Syarat wanita masuk surga lewat pintu mana saja.

Dilansir website pwmu.co, ustadz Muhammad Hidayatulloh mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan Ahmad

“Bahwa Abdurrahman bin ‘Auf berkata, Rasulullah Shallaallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jika seorang Wanita shalat lima waktu, puasa di bulan suci Ramadhan, menjaga kemaluannya dari yang diharamkan, dan taat pada suaminya, dikatakan kepadanya: ‘Masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu suka.’” (HR Ahmad)

Menurutnya, abwabul jannah pada hadits tersebut bermakna pintu-pintu surga. Ada banyak pintu surga, ada pintu ar-Rayyan bagi mereka yang menjalankan puasa dengan baik atau hobi berpuasa. Ada pintu shalat, zakat, dan lain sebagainya, sesuai keutamaan amal ibadah.

Dalam hadits di atas Rasulullah memberikan fasilitas istimewa bagi seorang istri dengan empat syarat, yang tentunya wajar bagi seorang hamba. Dengan empat syarat itu seorang istri bebas masuk surga lewat pintu mana saja yang ia mau. Sungguh hal ini merupakan suatu kemudahan yang sangat luar biasa bagi wanita. Sekaligus sebagai motivasi agar setiap Mukminah berusaha dengan sepenuh hati dapat menunaikannya dengan sebaik-baiknya.

Empat syarat itu, urainya, pertama, jika ia dapat menjaga shalat yang difardlukan yakni shalat lima waktu, selama tidak terhalang karena haid atau nifas. Ini merupakan syarat yang sebenarnya sangat mudah, karena beban ini juga untuk semua kaum Mukminin dan Mukminah, itupun ada masa jeda bagi kaum wanita karena beberapa faktor tersebut.

Kedua, jika ia dapat menjalankan puasa Ramadhan dengan baik. Puasa merupakan  pelengkap dari shalat lima waktu dalam rangka mencapai kesempurnaan pencapaian spiritual yang lebuh kuat bagai baja. Itulah mengapa puasa itu junnah atau benteng. Wanita yang berpuasa dengan baik akan memiliki benteng diri yang kuat yang tidak mudah jebol oleh godaan duniawi yang menggiurkannya.

Ketiga, jika wanita dapat menjaga kehormatannya dari yang diharamkan yakni tidak berzina.

Keempat, jika wanita taat kepada suaminya, atau kalau ia belum bersuami ia taat kepada kedua orangtuanya yang memiliki kewajiban menjaganya. Ketaatan demikian adalah ketaatan bersyarat yaitu tidak dalam rangka bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ke empat inilah ciri wanita shalihah yang menjadi perhiasan terindah bagi suaminya. Daya tarik seorang istri bukan semata faktor kemolekan fisiknya, akan tetapi yang lebih penting adalah inner beauty atau kecantikan dari dalam.

Sentuhan kelembutannya bukan hanya terasa lembut secara fisik akan tetapi sekaligus terasa lembut di dalam jiwa. Itulah ciri Wanita shalihah sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah.

Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah bersabda: “Perempuan yang shalih adalah perempuan yang menyenangkanmu saat memandangnya,  yang menurut kepadamu ketika kamu memerintahkannya, dan jika kamu pergi, dia menjaga diri dan hartamu”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bemembaca ayat di dalam surah an Nisaa’:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (an-Nisa’: 34)

Wanita dikodratkan untuk menjadi pendamping setia bagi laki-laki yakni suaminya. Dan kekuasaan laki-laki dalam sebuah akad nikah sangatlah kuat, sehingga semua berikutnya adalah terserah suami, seolah kekuasaan suami itu mutlak setelah berlangsunya akad nikah.

Bahkan dalam salah satu hadits Rasulullah menyampaikan bahwa sekiranya antara manusia itu boleh sujud, maka akan diperintahkan para istri itu sujud kepada suaminya.

Kodrat ini harus diterima oleh kaum istri karena merupakan ketentuan Allah untuknya.

Jika kaum Mukminah ini berontak dan tidak terima dengan kodrat ini maka berarti ia telah melanggar hukum ketetapan Allah. Oleh karena itu hendaknya setiap istri harus terus memperkuat keimanannya kepada Allah dan terus-menerus mempelajari ilmu yang paling urgent bagi mereka yaitu nilai-nilai tauhid.

Tentu tanggung jawab ini tidak dapat dilepaskan dari cara suami mendidik istrinya itu. Maka ketaatan istri kepada suami sebagai kodratnya hendaknya bisa diterima dengan lapang dada. (*)

Sumber: pwmu.co

Pos terkait