Jakarta , 50detik.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendorong sejumlah langkah untuk memberdayakan ekonomi keluarga di era adaptasi kebiasaan baru. Melalui program pemberdayaan ekonomi keluarga, BKKBN ingin mendorong berbagai pendekatan untuk memberdayakan ekonomi keluarga yang harus diawali dari penataan pola pikir untuk bisa mengelola keuangan dengan baik.
Karena itu kita harus punya produk sendiri, kemudian harus mencintai produk lokalnya sendiri supaya kita mandiri. Dan ketiga kita harus berkelompok. Bersatu padu dalam kelompok dan harus membangun sistem jejaring (networking), didukung oleh IT. Inilah yang harus diperjuangkan untuk meningkatkan pendapatan keluarga, tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemberdayaan Ekonomi Keluarga, Drs. Eli kusnaeli, MM.Pd mengatakan, “Penanganan stunting tidak dapat dilakukan sendirian, diperlukan peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemerdayaan masyarakat, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif, peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu keluarga dan masyarakat serta penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi”
Perubahan mendasar pendekatan pelaksanaan program adalah dengan melakukan pendataan stunting dan keluarga risiko tinggi (berpotensi) melahirkan anak stunting, audit kasus stunting, lalu melakukan pendampingan calon keluarga, agar memastikan calon pengantin tidak anemia dan mempunyai gizi yang baik agar ketika menikah dan hamil sudah siap dan memiliki gizi yang seimbang, tambahnya.
“Faktor ekonomi menjadi faktor utama dalam kondisi gizi kurang pada ibu hamil dan anak. Faktor ekonomi kemudian menjadi salah satu pemicu dari terbatasnya ketersediaan pangan di rumah tangga, kurangnya kualitas pengasuhan dan pemberian makan pada anak, hingga kondisi lingkungan rumah yang kurang sehat dan kurangnya akses kepada layanan kesehatan. Kerangka konsep ini bersifat dua arah (siklus) dimana faktor ekonomi menjadi penyebab dasar terjadinya stunting dan juga menjadi akibat/terdampak jangka panjang dari kondisi stunting dan kurang gizi di masa lalu.” tegas Dini Haryati, Direktur Eksekutif Yayasan Cipta.
GKR Mangkubumi, Ketua Umum Perkumpulan Andalan Kelompok UPPKA mengungkapkan Peranan AKU dalam penguatan usaha ekonomu keluarga akseptor di era adaptasi kebiasaan baru ini adalah melalui pendekatan pemberdayaan ekonomi keluarga, dimana para pelaku usaha ekonomi mikro keluarga memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghasilan atau pendapatan lebih. Sehingga memiliki akses terhadap gizi, pendidikan serta kesehatan yang memadai. Melalui kemandirian ekonomi, ibu-ibu juga memiliki peluang dalam meng-upgrade pengetahuannya terkait manajemen dan pola penanganan masa kehamilan, menyusui hingga pengasuhan anak yang lebih pro-anak.
“Strategi pemberdayaan di era adaptasi kebiasaan baru ini adalah dengan mendorong keikutsertaan pelaku usaha UPPKA unggulan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pameran dan workshop virtual, memanfaatkan digital marketing dan bekerjasama dengan penyelenggara e-commerce, serta mendorong pelaku usaha mikro untuk melakukan diferensiasi usaha terutama usaha-usaha yang mendukung program penanggulangan covid,” tambah GKR Mangkubumi.
Kegiatan webinar ini dilakukan secara daring dan live facebook BKKBN official dengan peserta para pengelola dan pelaksana program pemberdayaan ekonomi keluarga tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, anggota Kelompok Usaha Ekonomi Keluarga Akseptor, PKB/PLKB, Pengurus BPD AKU Provinsi dan Mitra kerja terkait dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pengelola dan Pelaksana Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga dan anggota kelompok Usaha Ekonomi Keluarga Akseptor, Meningkatkan motivasi pelaku kegiatan usaha ekonomi keluarga terutama kelompok Usaha Ekonomi Keluarga Akseptor untuk menggerakkan kembali usahanya untuk meningkatkan pendapatan keluarga serta Mensosialisasikan tentang pentingnya kepedulian Kelompok UPPKA dan keluarga lainnya dalam pencegahan dan penanganan kasus stunting di Indonesia. (Humas/A)
Jakarta, 25 Februari 2021
Sumber: Biro Umum dan Hubungan Masyarakat. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional