Ombudsman Soroti Kasus PETI di Sungai Tabong. Sofyan: Ada Kejahatan Ekonomi Hingga Pelanggaran HAM

Palu, 50detik.com–Kepala Ombudsman Sulteng, H Sofyan Farid Lembah, SH MHum menyoroti soal penanganan kasus PETI di Sungai Tabong yang hingga kini tersangkanya belum berhasil diungkap.

“Sangat disesalkan, sebab sampai saat ini penanganan kasus PETI di Sungai Tabong belum terungkap tersangkanya,” sorot Sofyan dalam keterangannya melalui whatsapp, Senin (15/8/2022).

Diakui, saat ini kasus tersebut masih dalam lidik pihak Polres Buol. Namun perlu diketahui kasus PETI di Sungai Tabong itu sempat menyedot perhatian publik, sehingga proses hukumnya harus bisa segera tuntas dan transparan.

“Mengurai kejahatan atas SD mineral itu memang bakalan rumit karena sejak awal banyak pihak diduga terlibat termasuk masyarakat. Ini adalah kejahatan berjamaah, ” tekannya.

Dari sisi Maladministrasi, katanya, bisa diihat bahwa si pengusaha adalah pelaku tak mempunyai ijin, maka wajar bila usahanya disebut dengan PETI.

Sofyan menilai, penambangan emas tanpa ijin, sama dengan banyak pengusaha di Kayuboko, Dongi Dongi, Kasimbar, dan banyak tempat lain yang pada intinya mereka berusaha tanpa penuh takut baik terhadap aparat, pemerintah desa, kecamatan bahkan pemerintah Kabupaten dan Provinsi, apalagi terhadap Tuhan.

“Semua sudah diatur dan ada skenario berupa modus yang melibatkan banyak pihak. Ada 14 kendaraan eskavator disita, 10 di Polda dan 4 di Polres Buol, ” jelasnya.

Sofyan mempertanyakan, bagaimana kendaraan berat tersebut bisa sampai di lokasi SungaiTabong? Tentu lazimnya, harus ada pengawalan petugas lalu lintas. Karena ini PETI maka petugas kepolisian itu kita sebut saja sebagai oknum — tak resmi.

Sofyan juga mempertanyakan kinerja pemerintah Desa, sebab dengan masuknya kendaraan alat berat apakah Pemerintah Desa sekitar tidak tahu kalau ada orang luar masuk ke desa mereka dengan alat berat dalam jumlah yang banyak?

“Ini operasi senyap bung!. Tidak mungkin mereka begitu saja menjadi pendiam. Yahh, semua mendadak serentak menjadi pendiam. Alhamdulillah ada Wabup Buol yang berteriak menyadarkan sikap diam tersebut. Beliau menyadarkan, bahwa ada pencurian besar-besaran kekayaan mineral sedang dilakukan,” tandas Sofyan.

Menurut Sofyan lanjut, semua lalai mengawasi, ada yang tidak menjalankan kewajibannya, ada yang menjalankan kewenangan tidak sesuai dengan tujuan diberikannya kewenangan itu dan banyak yang lakukan tindak melawan hukum!.

“Itu maladministrasi, kejahatan di bidang administrasi yang membuka jalan kejahatan lingkungan, pencurian sumberdaya mineral, kejahatan ekonomi hingga pelanggaran HAM, ” terangnya.

Bagi ombudsman, kata Sofyan, sejak tahun lalu sudah menggagas
sebuah pengawasan bersama SDA, atau joint monitoring SDA dimana pengawasan tidak hanya dilakukan oleh Lembaga Negara seperti Ombudsman, Kepolisian atau Dinas Lingkungan Hidup. Akan tetapi banyak pihak dilibatkan seperti Gakum, Ngo-CSO, Kejaksaan, Akademisi, pemerhati lingkungan, dan masyarakat serta stakeholders lainnya. Akn tetapi konsep ini mentah kembali di IRWASDA Polda Sulteng yang menjadi leading sector. Entah apa masalahnya joint monitoring ini belum bisa keluar pengaturannya.

Karena itu, sebutnya, belajar dari pengalaman penanganan kasus kasus PETI di Sulteng tidak bisa bekerja sendiri. Kejahatan white colar crime seperti PETI ini adalah kejahatan korporasi yang melibatkan orang orang penting dan perlu dihadapkan dengan pendekatan scientific investigation. Bukan cara6cara tradisional.

Ombudsman berharap, tambahnya, konsep ini bisa dimulai segera sebelum kerusakan lingkungan dan perampokan sumber mineral kita semakin marak dan tak terkendali yang bisa merampas kemerdekaan masyarakat kecil. (*/mp)

Pos terkait