Palu, 50detik.com– Sejak dua hari terakhir seperti hal nya kabupateen Buol, Toli Toli dan Parigi Moutong, lembah Palu dikepung asap dan hujan abu material hasil erupsi gunung Ruang di Manado.
Ini mengingatkan peristiwa 40 tahun lalu di tanggal 23 Juli 1983 saat gunung Colo meletus membuat udara dipenuhi abu dan asap.
Saat itu saya dan Ahmad Rizal Lembah berada di atas pesawat baling-baling Bouraq menuju kota Palu hendak ikuti OPSPEK di Universitas Tadulako.
Saat dekati udara Kalimantan, pramugari mengumumkan bahwa penerbangan menuju bandara Mutiara tak dapat dilanjutkan dan sementara mendarat di bandara Sepinggan Balikpapan menunggu cuaca cerah pasca letusan.
Kami bermalam di kota Balikpapan dan keesokan paginya kembali ke Jakarta karena udara di sepanjang selat Makassar masih membahayakan buat penerbangan.
Alhamdulillah selamat sampai di Jakarta kamipun terus mencari informasi soal situasi kota Palu, maklum hari Senin itu OPSPEK akan diselenggarakan.
Beruntung pihak rektorat menunda pelaksanaan OPSPEK karena situasi tidak memungkinkan akibat hujan abu membuat kota Palu memutih seperti habis turun Salju.
Berita malam membuat kami bahagia karena bandara sudah bisa dilakukan pendaratan. Pesawat Hercules dan Maskapai Merpati Air Lines sudah bisa tembus mendarat.
Kamipun bersepakat Selasa pagi mencoba kembali lakukan penerbangan ke Kota Palu gunakan uang pengembalian tiket sebelumnya gunakan jasa penerbangan Bouraq Air Lines kembali. Alhamdulillah, meski harus dua kali zigzag akhirnya pesawat berhasil lakukan pendaratan dengan selamat di bandara Mutiara Palu.
Bandara seperti dipenuhi Salju hanya ini berbentuk pasir halus. Kamipun gunakan masker dan bergegas order taxi bandara kembali rumah kami masing-masing.

Apapun terjadi kami harus menyiapkan diri mengikuti OPSPEK sebagai mahasiswa baru fakultas Hukum Universitas Tadulako.
Rambut harus segera di botak sesuai instruksi panitia yang kami terima, belum lagi pernak pernik OPSPEK lainnya yang biasa aneh aneh harus disiapkan termasuk topi lebar khas tanah Kaili, TORU.
Tapi buat saya itu biasa maklum saya sudah pernah ikuti perpeloncoan di Universitas Krisnadwipayana Jakarta sebelumnya pada tahun 1982. Pasti ini lebih ringan, pikirku. Patah kalo patah, hancur kalo hancur saya pasti bisa lewati ini semua. Masa anak Kaili Betawi kalah dikampung sandiri.
Tepat 1 Agustus 1983 OPSPEKpun dibuka Rektor Prof Dr. Mattulada dilapangan terbuka kampus Bumi Nyiur jalan Setiabudi.
OPSPEK gabungan tahun 1983 itupun dimulai dan peristiwa yang tidak bisa saya lupakan dimana sehabis pembukaan saya dipanggil maju ke depan untuk menerima pertama kali hukuman karena dianggap melanggar ketentuan, yakni tidak disiplin dan melawan senior dimalam jelang pembukaan dengan merayu salah satu senior di Radio ORARI 11 meteran yang saat itu sedang digandrungi para remaja.
Saya menjadi heran karena saya tidak pernah melakukan kesalahan itu karena saya bukan pengguna radio dan anggota ORARI. Hukuman dijalani dengan push up dan mengangkat sepeda dihadapan ratusan peserta.
Malunya luar biasa karena semua pihak menertawakan an. Cerita punya cerita, rupanya pelaku sebenarnya adalah peserta OPSPEK dari fakultas Pertanian yang mempunyai nama yang sama dan juga kami bersepupu. Andi Sofyan Yotolembah. Hadeeh.
Kesan pertama yang kemudian berbuah populernya anak Jakarta yang suka merayu senior. 2 ( dua) minggu lebih OPSPEK dilalui begitu juga dengan Penataran P4 dilewati kamipun menyelesaikan dengan kelulusan ikuti OPSPEK dan terpilih menjadi ketua Angkatan mahasiswa Tahun 1983.
Suka duka sudah tentu mmbantu kami menyiapkan diri menjadi seorang mahasiswa betul-betul meresap dan menjadi pemicu semangat bahwa kamilah agent perubahan masyarakat. Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan POLA PEMBINAAN MAHASISWA (POLBIN MAWA) Dalam Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) benar benar tertanam.
OPSPEK tahun 1983 inilah adalah kegiatan yang satu satunya terjadi didahului dengan bencana alam Gunung Colo meletus. Tak pernah terjadi sebelum dan sesudahnya di setiap angkatan.
Bukan diangkatan 2018 dengan bencana PASIGALA dan juga bukan di angkatan 2019-2020 dengan Covid 19.
Angkatan 1983 betul- betul dimulai dengan sebuah bencana. Apakah ini sebuah pertanda alam akan lahirnya para pelopor? Yang jelas sejarah sudah dilakoni dan masih terus berjalan.
Lewat OPSPEK itu kami mengenal ketokohan bapak Prof Mattulada, Rusdi Toana, Syahbuddin Mustapa, Anhulaila, Ramli Nuntung, Ramli Tantu, Andi Mulhanan Tombolotutu, Yasin Pusadan, Sulwan Pusadan, Fadlun Hamid, Norma Mardjanu, Joddie R.Massie, Karman Karim, Asluddin Hatjani, Yunan M.Lampasio, Rahman Kasim, dan masih banyak lagi para senior yang tak bisa saya sebut satu persatu.
Mereka adalah guru dan pelatih yang telah membuka cakrawala kehidupan kampus sehingga kelak kami harus bisa menjalaninya dengan selamat.
Apa saja kepeloporan yang kemudian bisa menjadi proses pembelajaran dalam catatan jelang reunian? (berlanjut)
Palu 1 Mei 2024 MAYDAY
H.SOFYAN FARID LEMBAH
Pekerja Sosial dan mantan Ketua Senat Mahasiawa Fakuktah Hukum UNTAD 1985 -1987