4 Perusahaan Mangkir, DPRD Ancam Cabut Izin Perusahaan Sawit yang Tidak Patuh

Ketua DPRD Kabupaten Pasangkayu, Hj. Alwiaty, SH Pimpin RDP bersama Perusahaan Sawit di Ruang Aspirasi DPRD Pasangkayu (Mawan/50detik.com)

Laporan: Darmawan

Pasangkayu,50detik.com- Lembaga DPRD Kabupaten Pasangkayu akhirnya memanggil   seluruh perusahaan sawit dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Aspirasi DPRD Kabupaten Pasangkayu Senin (6/7/2020/) pagi.

Pemanggilan pihak perusahaan sawit di wilayah Kabupaten Pasangkayu sebagi tindaklanjut protes puluhan petani atas tindakan sewenang-wenang perusahaan yang tidak patuh dengan ketetapan harga sawit pemerintah beberapa hari lalu di gedung DPRD.

RDP antara anggota dewan, Dinas Perkebunan dan Perusahaan Kelapa Sawit itu dipimpin langsung Ketua DPRD Kabupaten Pasangkayu H. Alwiaty, SH itu hanya dihadiri dua perwakilan perusahaan sawit yakni PT. Awana Sawit Lestari diwakili Yudi sedang PT Toscano Indah Pratama diwakili Kadir sementara  4 perusahaan sawit lainnya mangkir dari panggilan diantaranya PT. Unggul Widya Teknologi Lestari, PT. Letawa, PT. Mamuang dan PT. Pasangkayu.

Turut hadir anggota DPRD dalam kegiatan itu diantaranya Muslihat Kamaluddin, Herman Yunus, Saifuddin Andi Baso, Yani Pepy Adriani, Putu Suardana, Mahmud H. Kabo dan Samsul Faisal. Selain itu juga dihadiri Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Pasangkayu Mujahid.

Saifuddin Andi Baso menegaskan, akan menggugat pihak Perusahaan Kelapa Sawit (PKS) ke  Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Saya secara pribadi dan kelembagaan DPRD Pasangkayu mengecam dan mengancam akan menggugat perusahaan kelapa sawit tersebut ke PTUN”Tegasnya

Menurutnya, tidak ada yang kebal hukum di Indonesia ini, “Kita akan melakukan perlawanan melalui PTUN, rakyat pasti bersama kita dan kita bisa meminta bantuan kepada Pemda di bagian hukum, karena pengacara daerah ada, untuk menggugat perusahaan, karena keputusan jelas ada suratnya dimana harga TBS Rp1.167, 59,” Tekannya

RDP tersebut dijadwalkan kembali dan menghadirkan semua perusahaan TBS, serta mengundang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) sebagai instansi yang mengeluarkan izin, Dinas Perdagangan serta Dinas Perkebunan.

Ditegaskannya, perusahaan ini tetap tidak mau hadir dan tidak mengindahkan keputusan pemerintah soal harga TBS, maka DPRD bisa merekomendasikan kepada PTSP untuk mencabut izin pembeliannya, karena merugikan petani.

Sementara itu, Herman Yunus mengatakan, keputusan pemerintah tersebut sifatnya wajib dan harus ditaati oleh perusahaan, apapun resikonya. Karena pemerintah dalam menetapkan harga juga mempunyai dasar dan rujukan. Pada dasarnya pemerintah melindungi semua pihak baik itu petani maupun perusahaan.

“Ikutilah keputusan pemerintah, jangan juga kita (perusahaan, red) membuat diskresi sendiri, seolah-olah menentukan harga sendiri. Jadi keputusan pemerintah itu harus ditaati korporasi dalam hal ini PKS, diwilayah Pasangkayu. Kalau PKS – PKS ini tetap bandel, DPRD akan menggunakan haknya yang melekat,” Tekan Herman Yunus.

“Kami tidak mengindahkan keputusan pemerintah Sulbar dalam hal penetapan TBS, karena perusahaanlah dirugikan. Dimana penjualan Crude Palm Oil (CPO), jika dibandingkan dengan keputusan pemerintah tersebut tidak berbanding lurus, jika dihitung secara ekonomi” Ungkap Yudi, perwakilan PT Awana Sawit Lestari.

Menurut Yudi, setelah penetapan harga TBS, PT. Awana langsung membuat surat keberatan ke Gubernur Sulbar terkait harga sawit yang telah ditetapkan pemerintah. “Kami telah membuat surat keberatan ke Gubernur Sulbar, karena cost yang kami keluarkan begitu banyak, jika kami menaikan Rp 10 saja perkilo dari Rp 1.120 yang kami belikan sekarang ini, kerugiannya sudah begitu banyak,” Sebut Yudi

Yudi menjelaskan, baru kali ini PT Awana tidak mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah, karena di bulan-bulan sebelumnya, mereka selalu sejalan dengan keputusan yang ada.

Ditempat yang sama, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Pasangkayu, Mujahid mengaku heran dengan semua perusahaan yang tidak mau mengikuti ketetapan pemerintah, padahal mereka juga ikut sebagi tim penetapan tersebut. “Saya merasa heran  dengan semua perusahaan yang mengelola kelapa sawit. kenapa keputusan bersama ini mereka tidak mengikutinya” Ungkapnya.

Menurutnya, tim provinsi Sulbar menetapkan harga ini kan ada dasarnya, berdasarkan harga pemasaran bersama di Jakarta. Karena perusahaan-perusahaan ini tidak memberikan invoicenya.

Diketaui Harga TBS yang ditetapkan pemerintah provinsi Sulbar, pada 23 Juli lalu sebesar Rp 1.167, 59 perkilonya. Sementara perusahaan membeli harga lebih rendah dari keputusan tersebut.

Pos terkait