Jakarta, 50detik.com– Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menyesalkan tindakan aparat keamanan yang melakukan penangkapan terhadap puluhan petani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Tindakan ini dinilai memperuncing konflik lahan antara petani dan perusahaan yang telah berlangsung belasan tahun dan tak kunjung selesai. Ia pun mendesak pemerintah untuk berlaku adil dan manusiawi terhadap petani serta hadir menyelesaikan konflik agraria terutama dalam sektor perkebunan.
“Atas kejadian ini, saya mendesak pemerintah harus hadir menyelesaikan konflik agraria secara menyeluruh khususnya yang terjadi di sektor perkebunan, sebab pemerintah harus sadar bahwa 60% konflik agraria terjadi di perkebunan komoditas kelapa sawit dengan luasan lahan yang cukup besar dan selalu terjadi di sepanjang Pulau Sumatera dan Pulau lainnya,” kata Johan dalam keterangan persnya, Selasa (17/5/2022).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyebutkan bahwa seringkali upaya penyelesaian sengketa lahan selalu gagal, bahkan seringkali petani juga mendapatkan kekerasan dan perlakuan yang tidak adil karena bargaining yang lemah dibanding perusahaan yang punya kuasa modal. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat berlaku adil pada petani dan meminta aparat untuk bisa bersikap lebih manusiawi kepada petani karena mereka seringkali menjadi korban dalam situasi konflik lahan.
Dalam kasus lahan HGU (Hak Guna Usaha) yang terjadi di Bengkulu, Johan menilai hal ini terjadi akibat lahan yang telah dikelola petani sawit diambil alih oleh perusahaan melalui keterangan akta pinjam pakai sehingga memunculkan konflik tanpa penyelesaian. “Kasus di Bengkulu ini merupakan contoh dari sekian banyak kasus penguasaan lahan oleh perusahaan pemilik modal dengan masyarakat yang berprofesi petani sawit,” ucapnya.
Johan berharap pemerintah bisa mengurai benang kusut penyebab konflik dan selalu menghadirkan sikap yang adil bagi petani dan pihak mana pun serta membantu petani, karena mereka membutuhkan lahan perkebunan sawit dan berupaya meningkatkan sumbangsih perusahaan pada desa penyangga dan masyarakat sekitarnya.
“Saya menilai akar konflik ini terjadi akibat adanya kepemilikan lahan yang dianggap ditelantarkan dan belum digarap serta kegagalan mekanisme proses ganti rugi dari lahan yang menjadi sengketa, maka tindakan menangkap massal para petani sawit adalah tindakan gegabah dan sembrono dengan tuduhan pencurian, ketika petani panen di lahan konflik, untuk itu pemerintah harus segera hadir membantu proses penyelesaian konflik ini,” tutup legislator dapil Nusa Tenggara Barat I ini. (gal/sf)
Sumber: Humas DPR-RI