Palu, 50detik.com– Hari menjelang siang warung kopi di salah satu sudut kota ramai dikunjungi para komunitas penikmatnya. Diskusi ringanpun digelar, maklum secangkir kopi amat sangat beharga seteguk demi seteguk haRus diiringi diskusi dan canda khas komunitasnya. Ini bukan gila urusan tapi inilah sumbangsih todea sebagai warga kota.
Bagaimana pak haji, apa kita bahas pagi ini? Bagaimana kita mulai saja. Bisa soal suasana Pilpres? Bisa soal Huntap yang tak kunjung selesai? Atau soal mau RUPS bank Sulteng? Apa saja pak haji. Harap salah seorang teman di sudut meja. Saya bilang, yang ringan ringan saja apa so mo prepare Jum’atan. Bagaimana kalo soal RUPS Bank Sulteng? Memang ada menarik disitu? Balik saya bertanya.
Ingat le, tanggal 26 Januari 2024 lalu baru ada kerjasama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan PT Mega Corpora lakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama tentang Pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB) antara PT. Mega Corpora (Bank Mega) dengan PT. Bank Sulteng.
Berat soal itu bro. Itu tugasnya Ombudsman. Apakah kerjasama itu ada kaitannya perubahan kepemilikan saham atau tidak atau kasarnya Bank Sulteng sudah diakuisisi oleh Mega Corpora atau tidak? Itu panjang penjelasannya. Kita percaya pak gubernur kita sedang lakukan terobosan soal mengembangkan bank itu. Apalagi ada OJK hadir disitu. Kita bahas yang ringan ringan saja.
Saya hanya ada catatan kecil. Ternyata sejak kak Cudi menjadi Walikota dulu kota Palu justru mempunyai rekening RKUD kota Palu bukan di Bank Sulteng bahkan ada di BNI 1946. Bagaimana bisa kota Palu sebagai salah satu pemegang saham di PT.Bank Sulteng kini PT. Bank Pembangunan Sulteng tidak membuka rekening di bank daerah nya sendiri.
Kebijakan ini diteruskan oleh Hidayat dan kini Hadiyanto Rasyid. Tercatat bukan saja RKUD kota Palu pernah di BRI kembali lagi ke BNI 1946 dan kini di Bank Mandiri. Apa sebab?Mengapa harus di bank BUMN? Apa masalah? Banyak tanggapan peserta diskusi. Terasa suasana mulai hangat dan terutama tegukan kopi semakin sering dan tentu sebabkan semakin menipisnya kopi dalam cangkir.
Untuk menhindari ghibah, sesungguhnya soal ini ada 3 pemikiran. Pertama ini soal kewenangan, kedua soal trust dan ketiga ini soal komunikasi saja. Saya lebih melihat soal komunikasi saja.
Walikota tentu punya kewenangan menentukan mengapa dia mengambil kebijakan pembukaan RKUD di bank BUMN. Tentu ada pemikiran berbeda dengan bupati lainnya. Sayangnya tak ada pertanyaan dari DPRD Kota Palu sebagai pengawas eksternalnya.
Saya mungkin miskin informasi soal adanya klarifikasi legislatif soal ini, dan ini sangat disayangkan karena hal ini seolah kebijakan yang diwarisi setiap walikota yang menjabat dan tak ada monitoring apalagi evaluasi. Penjelasan publiknya minim. Apa ini merugikan keuangan daerah? Dari sisi penerimaan deviden dan CSR misalnya hal ini salah satunya bisa ditelusuri.
Mungkin soal “trust”. Walikota lebih percaya pada bank BUMN dan mungkin lebih efektif ketimbang bank Daerah. Ini adalah sebuah ironi.
Ketika sejak periode Gubernur Longky menjabat hingga gubernur Rusdy Mastura sudah banyakblabgkah langkah terobosan dilakukan dan dari berbagai laporan ke publik kita melihat banyak kemajuan diraih bank Sulteng.
Trendnya terus menanjak dari tahun ke tahun bahkan sejak masuknya Chairul Tanjung dengan Mega Corporanya pertama kali, manajemen pengelolaan bank terus membaik. Tapi semua ini tdak membuat Walikota bergeming .
Bank Sulteng hanya memiliki 12 RKUD Kabupaten minus kota. Kepercayaan Walikota terhadap bank daerah masih sama dengan pendahulunya.Tapi ini bukan masalah.
Harus teman ketahui, persoalannya adalah di komunikasi. Pemikiran ketiga. Perjuangan itu tak boleh mengenal kata menyerah. Komunikasi itu harus berkelanjutan.
Bank Daerah sebagai lembaga profit oriented apalagi tethadap salah satu pemiliknya harus tak boleh berputus asa menjalin komunikasi juga koordinasi.
Tak elok bila kota Palu tak membuka RKUD nya di bank daerah yang kita cintai yang dibangun bersamaan dengan lahirnya Daerah Sulteng sebagai Provinsi 1964.
Susah payah dan berkeringat almarhum Muhammad Ro’e, Lapasere, Butodoka hingga kini dengan direktur dan direksi yang profesional membangun dan mengembangkan bank kebanggaan Daerah.
Tanpa kehadiran kota Palu dan hampir disetiap RUPS selalu diwakilkan membuat ruang rapat seolah hampa adanya. Kekhawatiran saya bila ada kabupaten lain ikuti jejak kota Palu memindahkan rekeningnya ke bank BUMN lain.
Saya tak bisa membayangkan apa yang terjadi. Jadi apa yang harus dilakukan pak haji? Tanya seorang teman yang tak sabar karena kopinya hampir habis.
Begini kawan, saudara saya tanya. Saudara sebagai pengusaha apakah mempunyai rekening di bank Sulteng? Pak haji, demi Allah sejak saya memulai usaha sebagai pengusaha rekening utama saya ada di bak Sulteng. Saya orang Buol. Saya harus memajukan bank daerah itu. Saya bukan pengusaha besar api saya mencintai bank ini. Tegasnya. Bahkan dia balik bertanya, pak haj punya rekening disitu? Sebuah pertanyaan menohok.
Alhamdulillah, sejak saya dirikan Lembaga Perlindungan Anak rekeningnya ada di Bank Sulteng. Sampai hari ini meski tak lagi aktif diorganisasi itu nomor rekeningnya belum saya cabut. Heheh aman republik.
Sekedar saran, sebaiknya sebelum RUPS 7 Februari nanti pihak Direktur, direksi dan komisaris sebaiknya bersilaturahiim dengan pak Walikota. Beliau adalah Tomalanggai bahkan Tadulako di kota Palu. Saya yakin selama ini tak ada masalah antara Bank Sulteng dengan pak Wali.
Ini hanya soal komunikasi belaka.Komunikasi biasa membuat semua bisa saling memahami satu sama lain. Bila bank BUMN menarik perhatian Walikota dan sekaligus memberi kepercayaan, mengapa tidak hal yang sama diberikan kepada bank Sulteng. Saran kedua, bawa sekapur sirih sebagai pembuka komunikasi.
Maksudnya, Bawa Sambuku Pombeka Nganga puaji? Iya noh. Insha Allah pak Walikota kalo sudah dibawakan sambulu pasti memberi apresiasi.
Kopi panas sudah berakhir diujung diskusi. Semua harus bergegas untuk prepare shalat Jum’at. Pertemuan hari kita tutup sambil berharap ada perubahan.
RUPS 7 Februari nanti bisa dihadiri oleh pak Walikota. Bila Gubernur dan Walikota beberapa waktu lalu sukses menata kembali soal lahan untuk fasilitas pekuburan umum maka saya yakin agenda berikut adalah soal Bank Sulteng ini. Saya yakin pak Hadi yang kita kenal adalah sosok pemimpin yang ingin melihat masyarakatnya tersenyum dan bahagia. Wassalam
PALU, Warung Kopi K4
2 Februari 2024
H.SOFYAN FARID LEMBAH
Social Worker