Buton, 50detik.com– Siang itu, Senin 3 Januari 2022, langit tampak cerah menghiasi langit Buton. Sebuah Kabupaten, wilayah administratif pemerintahan yang tergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pasca eksistensi Pemerintahan Kesultanan Buton.
Suasana duka berpadu kebahagiaan menyelimuti ruang RJ KN Buton. Ketika seorang korban perempuan inisial WN (umur 21 Tahun) dengan berlapangdada, tulus ikhlas mau memaafkan lima tersangka yang telah melukai hati dan perasaannya. Mencederai citra nama baiknya, karena fitnah nan keji.
Menuduh korban sebagai pelakor, lima tersangka inisial DW, RG, MHR, RMY, WR, demikian cepat dan hebatnya tersulut emosi. Mereka tega menganiaya korban. Melakukan kekerasan fisik dengan brutal, menjambak, meninju mulut, serta mencekik leher korban. Tak sampai disitu saja, para tersangka juga melampiaskan amarah tak berdasar dengan berupaya membuka baju, dan menurunkan rok yang dikenakan korban.
Para tersangka dijerat dengan D, Pasal Kesatu : Pasal 170 Ayat (1) KUHP atau Kedua : Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sungguh perlakuan yang sangat sulit untuk dimaafkan, bahkan memicu emosi diri ketika kita membayangkannya. Empati kita turut merasai derita korban. Bagaimana mungkin manusia memperlakukan sesamanya dengan cara yang tidak manusiawi seperti itu. Namun tidak untuk korban. Dengan tabah Perempuan Berhati Emas itu mampu merendah hati memaafkan para pelaku, dan menerima penghentian penuntutan perkara tersebut.
“Luka yang saya rasakan memang sakit, tapi lebih sakit kalau saya tidak memaafkan mereka (tersangka, red),” pelan terucap kata ini, dalam lembut suara korban. Kekuataan Maaf!.
Kepala KN Buton Ledrik Victor Mesak Takaendengan SH MH memimpin jalannya upaya RJ, dan bersama Jaksa Penuntut Umum berhasil memediasi, mengupayakan perdamaian dalam penyelesaian perkara tersebut. Dengan menghentikan penuntutan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif / restorative justice (RJ).
Para tersangka bersembahsujud, memelas memohon maaf kepada korban. Mengakui segala yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan besar. Rasa penyesalan teramat dalam tercurah tulus saat itu. Air mata tumpah dalam isak tangis para tersangka, menjabat tangan sembari memeluk tubuh korban se-kaum yang pernah mereka lukai.
Sangat terasa ketulusan korban. Dengan mata terpejam, wajah nan teduh itu penuh rasa kasih sayang memeluk erat satu persatu para tersangka yang telah melukainya.
Penghentian penuntutan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif / restorative justice (RJ) yang dilakukan KN Buton, menghantarkan korban dan para tersangka menyatu dalam bingkai persaudaraan. Dapat kembali hidup rukun, berdampingan dalam damai. Sama kita berharap, semoga kebahagiaan selalu menyertai kebersamaan mereka. (pd)
Sumber: Humas Kejagung