Jakarta, Metrosulawesi–Dimasa pandemik Covid-19, Pemerintah menghimbau supaya seluruh masyarakat menerapkan physical distancing dan melaksanakan Work From Home (WFH). Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, SP.OG (K) selalu menegaskan bahwa, dalam situasi tersebut Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Banggakencana) tetap dapat dijalankan dan tidak mengurangi kinerja rekan-rekan di pusat dan daerah. Isu strategis terkait Program Banggakencana yang berkembang di Indonesia saat ini perlu segera mendapat perhatian khusus dengan strategi dan berbagai kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan pada tahun 2020.
Oleh karena itu, sinergitas dan komitmen para pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam implementasi Program Banggakencana di seluruh tingkatan wilayah harus segera ditingkatkan, imbuh Hasto pada Kegiatan Webinar Penguatan Tim Vasektomi Provider KB Pria bersama Mitra Kerja melalui Cisco Webex Meetings. Kegiatan ini diikuti oleh Ketua dan Pengurus Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), Ketua dan Pengurus Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI), Ketua dan Pengurus Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), Plt. Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi, Para Direktur di lingkungan Kedeputian KB dan Kesehatan Reproduksi, Kepala Bidang Keluarga Berencana Perwakilan BKKBN Provinsi Seluruh Indonesia, Para Dokter Terlatih Vasektomi (04/05/2020).
Kegiatan ini bertujuan untuk dapat (1) Melakukan pelatihan penyegaran keterampilan klinis VTP bagi dokter umum yang telah mendapatkan pelatihan klinis VTP; (2) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dokter umum untuk memberikan pelayanan vasektomi; (3) Meningkatkan komitmen mitra kerja dalam meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB Pria melalui penyediaan 1 (satu) provider vasektomi di setiap kabupaten/kota. Selain itu, upaya yang telah dilakukan akan dimonitoring dan dievaluasi pelaksanaannya untuk mengetahui sejauh mana program dapat dilaksanakan dan kendala dalam pelaksanaan serta untuk mencari solusi atau rekomendasi terhadap tantangan maupun kendala yang dihadapi, tutur Hasto.
Salah satu faktor penyebab kesertaan KB Pria masih rendah yaitu keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan KB dan KR untuk pria karena persebaran dan distribusi dokter yang mampu dan dapat melakukan pelayanan vasektomi tidak merata di Indonesia. Selain itu, dokter yang telah dilatih masih memerlukan pembinaan pasca pelatihan untuk meningkatkan kualitas pelayanan vasektomi.
Pendekatan program KB saat ini tidak hanya fokus pada pengendalian populasi dan penurunan fertilitas saja tetapi juga diarahkan pada pemenuhan hak-hak reproduksi. Partisipasi pria menjadi penting dalam KB dan KR karena pria adalah “partner” dari wanita dalam reproduksi dan seksual, sehingga pria dan wanita harus berbagi tanggung jawab. Namun berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan bahwa kesertaan pria dalam ber-KB masih rendah yaitu kondom sebesar 2,5% dan vasektomi sebesar 0,2% (SDKI 2017). Upaya untuk meningkatkan partisipasi pria dalam pemakaian kontrasepsi dilakukan secara intensif dan terus menerus, namun data menunjukkan tren peningkatan belum mencapai hasil yang diharapkan.
“Beberapa alasan mengapa partisipasi KB Pria masih rendah pertama adalah mindset (di dalam satu) keluarga pada umumnya masih pada posisi KB adalah tangung jawab perempuan, berikutnya ketika ada keraguan suami melakukan vasektomi banyak pendapat nanti akan terjadi pengurangan vitalitas. 80% diskusi publik yang kami lakukan tentang vasektomi pertanyaannya adalah tentang vitalitasnya. Kemudian mindset atau bentuk reaksi kekhawatiran contohnya keluarga tidak semua harmonis, kecurigaan bila vasketomi suami akan selingkuh lebih tinggi maka tidak sedikit perempuan memilih lebih baik dia sendiri saja yang KB,” imbuh Hasto.
Dalam pelaksanaannya, strategi peningkatan pelayanan akseptor KB harus dilakukan secara merata sesuai amanat UU No. 26 tahun 2019 pasal 73 bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana, informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu dan terjangkau masyarakat termasuk Keluarga Berencana (KB). Upaya yang menjadi gagasan dalam pemerataan pemberian pelayanan (KB) dan dalam rangka menurunkan unmet need adalah peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB pria yang merata melalui penyediaan 1 (satu) provider vasektomi di setiap kabupaten/kota. Berdasarkan data rekapitulasi identifikasi ketersediaan dokter pasca pelatihan vasektomi yang dilaporkan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi, dapat diketahui bahwa jumlah tenaga dokter yang telah mendapatkan pelatihan klinis Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) sebanyak 975 dokter. Namun hanya 239 dokter terlatih (24,51%) yang menyatakan bersedia untuk melayani vasektomi dan terdiri dari 206 dokter umum serta 33 dokter spesialis. Dokter yang terlatih dan bersedia melayani vasektomi tersebar di 115 kabupaten/kota di Indonesia namun untuk penyebaran dokter umum hanya terdapat di 98 kabupaten/kota.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan akses pelayanan KB yang berkualitas dilakukan melalui penyediaan sarana set Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) yang digunakan dalam pelayanan vasektomi ke dalam menu DAK Fisik. Dalam era JKN, vasektomi masuk dalam pembiayaan non kapitasi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Berdasarkan data yang ada, FKTP yang telah memiliki set VTP sebanyak 1.731 FKTP. Jumlah tersebut sangat kecil apabila dibandingkan jumlah fasilitas Kesehatan (Faskes) KB yang ada sebanyak 18.803 faskes atau hanya 9,2% faskes yang memiliki sarana set VTP untuk melakukan pelayanan vasektomi. Dari sisi kualitas, tenaga dokter yang telah dilatih perlu diberikan refreshing/penyegaran kembali terkait kompetensi pelayanan Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) yang telah diterima. Metode refreshing juga dilakukan dengan memberikan bimbingan klinik kepada tenaga dokter terlatih untuk melakukan praktek klinik kepada akseptor.
Hasto berharap BKKBN dan seluruh mitra kerja bisa lebih menggalakkan konseling KIE lagi sebaik-baiknya. Kepada para provider Hasto menekankan bahwa masih ada dampak dari vasektomi seperti indikasi-indikasi yang terjadi setelahnya seperti bengkak, hematom, kegagalan dan lain-lain yang mengakibatkan timbulnya isu-isu negatif di masyarakat tentang vasektomi. Para provider seperti dokter umum diharapkan dapat melakukan vasektomi dengan segenap kehati-hatian, membuat langkah-langkah sesuai SOP yang ada sehingga kegagalan-kegagalan dan efek samping bisa ditekan agar tidak timbul isu-isu negatif tentang komplikasi pasca vasektomi. Maka dari itu diperlukan pelatihan-pelatihan bagi para provider dan pertemuan-pertemuan lainnya. Selain itu Hasto juga mengupayakan agar pelayanan vasektomi ini bisa di klaim untuk pembiayaan bagi para provider yang melakukan vasektomi tersebut.
BKKBN terus mengupayakan agar kesertaan KB Pria khususnya Vasektomi dapat meningkat dengan mengatasi faktor penyebab rendahnya kesertaan KB pria dengan penyediaan 1 tim vasektomi di setiap Kabupaten/Kota. Hal-hal yang saat ini sedang dilakukan oleh BKKBN Pusat yaitu mengupayakan adanya alokasi anggaran pelayanan vasektomi pada DAK Nonfisik dalam bentuk Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) yang bersifat bantuan untuk dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota secara optimal dalam pelaksanaan kegiatan operasional, serta dapat disinergikan dengan berbagai kegiatan operasional lain yang dialokasikan dari APBD dan dana transfer lainnya untuk mendukung pencapaian target/sasaran Program KB Pria, tutup Hasto.
Sumber: Humas BKKBN