Palu, 50detik.com– Menjadi suratan takdir setiap manusia harus jalani kehidupan dari alam Kandungan, kemudian alam dunia dan alam akhirat.
Untuk itu manusia diperjalankan pertama kali lewat kelahiran ke kehidupan di dunia yang fana dan kemudian diperjalankan lagi lewat kematian untuk dihidupkan kembali di alam akhirat yang kekal dan abadi.
Ketika kita melintasi waktu cukup panjang hingga 60 tahun ( bahkan ada yang mencapai ratusan) maka setiap manusia semua harus diperjalankan lewat kematian.
Apa sebab? Semua itu adalah sunnatullah untuk uji klarifikasi saat janji pertama diucapkan saat ruh ditiupkan. Apakah aku Tuhan Mu? Kita semua yang hidup dengan lantang menjawab, Ya, engkau adalah tuhanku.
Untuk itulah prosesi kematian dibutuhkan karena ada 2 (dua) hal bekal yang dibawa oleh sang mayyit. Sebuah Reputasi.
Reputasi Baik dan Reputasi Buruk.Saat dibangkitkan, itulah yang akan diperlihatkan catatan reputasi Malaikat Raqib dan Malaikat Atid
Catatan yang jauh dari catatan Sirekap yang penuh kejanggalan. Ini catatan valid setelah klarifikasi dimana mulut tak lagi berbicara tapi kaki dan tangan yang berbicara.
Tak ada tipu tipu seperti kaum nabi Syuaib yang selalu menipu takaran dan timbangan. Ini berlaku untuk semua manusia termasuk para Penguasa negeri.
Khusus untuk para penguasa dan mereka yang lagi berkeinginan untuk berkuasa, reputasi ini harus menjadi perhatian utama.
Apakah kekuasaan itu kelak dipenuhi catatan reputasi baik atau malah menjadi catatan buruk utamanya bagi orang yang dipimpinnya.
Apakah kekuasaan itu bermanfaat bagi ummat? Ataukah kekuasaanitu menjadi bentu kedzaliman bagi orang yang lemah? Prof Crince Le Roy, sudah lama mensinyalir bahwa Kekuasaan itu cenderung bersalah guna ( Power tends to corrupt).
Tak heran bila ada Penguasa berkuasa lebih dari 1 periode justru tak sesuai ekspektasi saat kampanye dulu. Tak banyak yang bisa dibanggakan.
Entah bagaimana kelak Penguasa itu mempertanggungjawabkan semua kekuasaannya. Pertanggungjawaban?
Kekuasaan itu secara hukum administrasi negara memang harus dipertanggungjawabkan.
Namanya adalah Pertanggungjawaban Batas Atas dan Batas Bawah. Batas Bawah adalah bentuk pertanggungjawaban secara Hukum dan pertanggungjawaban kepada Masyarakat.
Kalau kedua hal ini biasa dilewati mudah oleh Penguasa. Akan tetapi yang paling sulit adalah Pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Guru Besar Hukum Administrasi Negara, almarhum Syahran Basah mengingatkan soal ini. Mampukah para penguasa melewati hal ini? Bisakah reputasi yang dia bawa saat kematian bisa membuat Tuhan Yang Maha Penyayang bisa tersenyum?
Dalam kaitan ini ada pertanyaan menggelitik. Masih adakah manusia yang ingin menjadi Penguasa? Alam kubur adalah sarana singgah bagi si mayyit sebelum dibangkitkan dalam sebuah perjalanan kedua.
Disitu dalam banyak literatur disebutkan ada siksa kubur atas perbuatan dalam catatan reputasi buruk manusia. Paling tidak ini bisa menjadi bahan renungan bagi para calon penguasa.
Untuk sahabatku almarhum Mustar Labolo, Andi Tanra Tellu dan Fachri Lou Lembah, al Fatihah mengiringi perjalanan keduamu.
Kami yang masih hidup merasa kehilangan atas kepergianmu. Doa dan maaf telah kami ikhlaskan agar perjalanan itu mudah dilalui.
Kalian bertiga adalah sahabat yang kami kenal sebagai orang baik. Tak ada manusia yang tak lepas dari dosa tapi reputasi baik yang engkau telah torehkan semoga membuat Allah SWT Yang Maha Pemaaf bisa tersenyum.
Insha Allah kita semua akan bertemu dalam surga Firdaus yang telah dijanjikan bagi hamba hamba yang kukuh mengenal siapa Tuhannya.
Wallahu alam bissawab.
SILAE, 16 April 2024
H.Sofyan Farid Lembah
Pekerja Sosial