Laporan: Rahmat Pratama
Mamasa,50detik.com- Teror gempa yang melanda Mamasa, Sulbar yang sejak Sabtu (3/11/2018) hingga Minggu (4/11/2018) dengan kekuatan 5,5 SR menimbulkan duka bagi warga, hingga akhirnya tak berani tinggal dalam rumah, dan memilih memangun tenda di lapangan terbuka, atau memilih mengungsi ke daerah tetangga bergabung keluarga.
Duka yang dialami warga Mamasa, menjadi duka bersama, sehingga perhatian semua elemen yang menjadi pegiat kemanusiaan merasa terpanggil hadir di Mamasa untuk membantu baik dalam menyalurkan logistik ataupun dalam bentuk penguatan mental, agar rasa trauma bisa cepat teratasi.
Gempa seperti halnya di Palu, Sigi, Donggala maupun Lombok tak bisa dihindari, sehingga apapun yang ditimbulkan atas peristiwa itu hanya dapat pasrah dan sabar. Getaran gempa tersebut juga dirasakan warga di Mamuju, Toraja, Polewali, Majene, Toraja Utara hingga Palopo.
Kerasnya getaran gempa, matinya jaringan listrik dan telekomunikasi membuat warga yang panik memilih mengungsi ke berbagai lokasi yang diperkirakan aman di Mamasa.
Lapangan bola dan taman-taman kota di Mamasa yang dinilai warga aman dari gempa menjadi tempat pengungsian warga.
Mereka mengungsi sejak subuh dengan membawa harta seadanya. Para pengungsi datang dengan menumpang truk, mobil bak terbuka dan kendaraan lainnya.
Menurut para pengungsi, lapangan bola di Mamasa dinilai aman jika terjadi gempa susulan karena merupakan tempat terbuka.
Para pengungsi menggunakan terpal dan plastik sebagai alas agar mereka bisa duduk melantai di tanah. Mereka umumnya tidak berani tinggal dalam rumah, karena khawatir terjadi gempa susulan yang bisa menyebabkan rubuhnya rumah mereka. Ini juga diakui Sarlis salah seorang warga Desa Lambanan, Kecamatan Mamasa, bahwa gempa bumi tersebut mengakibatkan sejumlah bangunan tembok mengalami retakan, termasuk rumahnya. Retakan rumah tembok di rumahnya ditemukan di delapan titik, mulai dari bagian dalam hingga ke bagian luar rumah.