Majene, 50detik.com–Pegiat media sosial Sulbar, Tabri Tafif A.M.Mandra diakun facebooknya menyoroti soal banjir yang melanda Tanmerodo, Majene, Kamis (26/5/2022).
Penyebabnya katanya mantan anggota DPRD Majene itu adalah adanya kegiatan eksploitasi bat gajah dan penebangan hutan di hulu.
“Eksploitasi batu gajah, penebangan hutan, penambangan bantaran sungai adalah biang banjir dan banjir bandang yang sudah mulai meresahkan “kampung kita”, bahkan disaat hujan belum satu jam turun,” ungkap Opy sapaan akrabnya.
Opy yang juga menjadi komisioner dewan pendidikan Kabupaten Majene itu menilai, wilayah-wilayah yang dulu tak pernah disapa banjir walau hujan tiga hari tiga malam, kini jadi rawan banjir walau hujan baru turun satu sampai tiga jam.
“Kemarin (Kamis, 26/5/2022- red) saya berangkat dari rumah di Leba-Leba Tammerodo menuju Kota Majene disaat hujan mulai rintik. Artinya, hujan belum deras.
Perjalanan ke Kota Majene saya tempuh dengan durasi waktu satu jam sepuluh menit. Biasanya tdk sampai satu jam. Tapi karena hujan deras menghadang mulai kota Somba, laju mobil jadi sangat pelan bahkan terbilang sangat pelan mirip mobil yang lagi terjebak di jalur macet. Belum se-jam diskusi dengan teman-teman panitia Festival Sipamandar di T-Bink Cafe, saya dapat info dari tetangga via telpon kalau Dusun Tammerodo diterjang banjir. Air meluap setinggi dada, kata si tetangga (Tapi saya lupa tanya dada orang dewasa atau dada anak-anak). Selain kaget, saya juga merasa khawatir jangan sampai banjir merembes sampai ke dusun saya. Maklum, Tammerodo dengan Leba-Leba hanya dibatasi tugu batas dusun yang dibangun anak-anak KKN. Dan juga, rumah saya berdiri hanya sekitar seratus meter dari tugu batas itu,” ungkap Opy pegiat budaya Mandar itu mengurai.
Opy baru merasa lega ketika informasi dari tetangganya menjelaskan kalau Dusun Leba-leba tidak terkena banjir.
“Info tetangga membuat saya sedikit lega, katanya dusun kami tidak terdampak.Tapi rasa kaget saya tetap jadi beban dalam batok kepala. Kenapa….?! Karena secara matematika, saya baru kurang lebih dua jam tinggalkan Tammerodo saat saya terima info dari tetangga. Saat saya berangkat, hujan belum deras dan bahkan masih pada tahap rintik. Artinya ; Banjir terjadi dalam hitungan kurang lebih dua jam setelah hujan mengguyur.
Dalam waktu yang bersamaan, salah satu unggahan di media sosial facebok juga menginformasikan kalau di Malunda (Mekkatta) juga terjadi banjir bandang. Tanpa bermaksud menyalahkan siapapun, apalagi mau berlagak jadi orang sok pintar, sesuai yang saya terima di beberapa pelatihan atau workshop tentang pelestarian alam, maka saya simpulkan bahwa salah satu penyebab terjadinya banjir dan banjir bandang di wilayah Kabupaten Majene adalah, eksploitasi batu gajah, penebangan hutan dan pengembangan bantaran sungai, termasuk dijadikannya sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah-limbah kayu dibagian hulu,” terangnya.
Ia berharap agar kejadian yang entah sudah berapa kali terjadi akhir-akhir ini bisa “menyadarkan” semua pihak, terutama para pengambil dan penentu kebijakan di tingkat daerah Kabupaten Majene untuk segera melakukan tindakan penyelamatan secara serius untuk mencegah kejadian serupa menjadi kejadian rutin yang bisa saja (semoga tidak) menjadi semakin parah.
“Hentikan eksploitasi hutan dan lingkungan dengan regulasi yang lebih berpihak pada kelestarian alam,” jelas Opy.
by: Masruhim Parukkai