Memimpin di Tengah Badai, Hidayat Fokus Bekerja, Melayani Masyarakat dan Membangun Kota Palu

Calon Walikota Palu, Dr Hidayat, M.Si saat menyampaikan orasi politiknya dalam kampanye terbatas dengan warga di Kelurahan Ulujadi, awal pekan ini. F-Sukardi

 

Palu, 50detik.com – Banyak para netizen, khususnya pada pendukung kandidat  belum bisa membedakan antara kritik dan fitnah. Mereka gagap mengartikan  kebebasan dan hak berpendapat. Kanalisasi verbal dan literal tidak diimbangi literasi media, literasi etika dan literasi hukum.

Kritik sesuatu yang melekat dalam demokrasi. Tak ada kritik, tak ada demokrasi. Siapapun tidak bisa melarang dan menghalangi orang untuk mengkritik. Apalagi terkait kebijakan pembangunan.

Namun, kritik itu sebuah pernyataan yang harus disampaikan secara terukur dengan  data, fakta dan solusi didalamnya. Bukan hanya katanya dan rasa-rasanya.

Sebaliknya, fitnah itu sesuatu yang bersifat dusta, manipulasi data dan bertentangan dengan fakta. Seringkali menggunakan bahasa jalanan dan terkesan cari-cari kesalahan, menjatuhkan dan merusak harga diri seseorang.

Warga Kecamatan Ulujadi saat menghadiri kampanye terbatas calon Walikota Palu, Dr Hidayat, M.Si. F-Sukardi

Substansi dan makna kritik dan fitnah inilah yang harus difahami dan bisa dibedakan oleh pendukung kandidat. Agar postingan di media sosial bernilai positif dan dapat dipertanggungjawabkan.

Seperti halnya yang disampaikan Paslon Petahana Calon Walikota Palu, Dr Hidayat,M.Si saat kampanye tatap muka bersama warga di kelurahan Donggala Kodi Kecamatan Ulujadi, awal pekan ini.

“Pada saat terjadi gempa 28 September 2018 lalu, setelah itu saya selalu dihujat sana sini, dituding sebagai pemuja setan, dikarenakan gempa tersebut datang karena saya,” ucap Hidayat kepada warga

Terlebih, pasca gempa dirinya dituding dan difitnah karena telah bersembunyi disaat warga kota Palu pada saat itu membutuhkan kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengahnya. Sebaliknya tak seperti itu, “Saya juga difitnah, Hidayat dibilang tak melihat warganya, yang sebenarnya tak seperti itu. Terus terang pada saat kejadian 28 September 2020 lalu, saya turut mengevakuasi warga saya, bahkan banyak saksi yang melihat,” tutur Hidayat.

“Saya hanya cukup mendoakan, mereka-mereka agar dibukakan pintu hati  oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, cukup Allah SWT yang menegur langsung,” tandasnya

Gambaran itulah yang memperlihatkan situasi Hidayat hari ini. Ketika orang-orang yang tidak suka padanya, bersemangat menciptakan fitnah, hoaks dan kebencian. Sebaik apapun yang dilakukan Hidayat, maka akan selalu menjadi kebencian bagi mereka.

Sebagai seorang pemimpin yang bijak dan educated. Dayat sapaan akrabnya, terlihat tetap tenang dan tidak panik ketika dihujani fitnah dan cacian. Ia  tetap berbesar hati dan bersabar.

“Dipuji tidak terbang, dicaci tidak tumbang”, begitulah karakter seorang Hidayat. Ibaratnya memimpin di tengah badai, tapi Hidayat hanya fokus bekerja, fokus melayani masyarakat dan membangun Kota Palu,” ujar salah satu warga di Kelurahan Donggala Kodi, sesaat setelah tatap muka selesai digelar. ***

Penulis: Sukardi

Pos terkait