Jakarta, 50detik.com– Pemerintah terus gencar melakukan berbagai upaya untuk menyambut puncak bonus demografi pada 2030 mendatang, dimana usia produktif mendominasi populasi. Salah satu upaya itu dengan cara mendorong penyerapan tenaga kerja demi menuju Indonesia Emas 2045.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK Nunung Nuryartono,saat Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Pemilu 2024: Strategi Perluas Lapangan Kerja’ pada Senin (5/2/2024) memaparkan pemerintah telah merumuskan berbagai strategi untuk menyerap tenaga kerja.
Begitu juga mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang siap menghadapi tantangan era industri 4.0. Nunung mengatakan, pihaknya menggunakan pendekatan human life cycle development.
“Mulai dari prenatal hingga lansia, dalam merumuskan strategi. Hal ini penting untuk memastikan seluruh program pembangunan manusia dan kebudayaan terintegrasi dan berkelanjutan,” kata Nunung dalam keterangannya yang dikutio dari InfoPublik.
Lanjutnya, pendekatan ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045. Sebagai visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju, sejahtera, adil, dan berkeadilan pada peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
Dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja Indonesia untuk memenuhi kebutuhan industri, salah satu strategi yang diusung pemerintah adalah dengan mendorong pendidikan vokasi atau pendidikan yang berorientasi pada keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
“Pendidikan vokasi diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2022 tentang Penguatan Pendidikan Vokasi dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Permenko PMK) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Rencana Aksi Penguatan Pendidikan Vokasi,” kata Nunung.
Ia memastikan, kedua peraturan ini bertujuan untuk menyelaraskan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha, meningkatkan kualitas dan relevansi lulusan pendidikan vokasi, serta memperluas akses dan kesempatan bagi masyarakat untuk mengikuti pendidikan vokasi.
Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan kerja sama antara dunia pendidikan dan dunia kerja, baik melalui penyediaan informasi pasar kerja, penyelenggaraan bursa kerja, maupun peningkatan keterlibatan dunia usaha dalam penyusunan standar kompetensi, pengembangan kurikulum, penyediaan fasilitas, dan penjaminan mutu pendidikan vokasi.
“Peta pendidikan dihubungkan dengan peta kebutuhan lapangan pekerjaan, sehingga lulusan siap kerja dan memiliki keterampilan yang dibutuhkan industri,” tegasnya.
Selain itu, pemerintah juga menggandeng pemerintah daerah, asosiasi profesi, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga internasional untuk mendukung pelaksanaan pendidikan vokasi.
Penguatan pendidikan vokasi diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, baik di sektor pertanian, manufaktur, maupun perdagangan.
“Pendidikan vokasi juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan adaptabilitas SDM Indonesia di tengah perkembangan teknologi yang sangat cepat, serta membuka peluang lapangan kerja baru, seperti di industri mobil listrik, transportasi listrik, dan sektor-sektor lain yang berbasis digital,” kata Nunung.
Tenaga Kerja dan Investasi
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan APINDO Darwoto menitikberatkan pada pentingnya sinergi dalam mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten dan siap bersaing di kancah global.
“Meskipun kolaborasi antara pemerintah dan pengusaha telah terjalin, optimalisasi program link & match, khususnya di sektor pendidikan harus dibangun. Sistem informasi pasar kerja yang mudah diakses dan terintegrasi dengan kebutuhan industri menjadi kunci dalam penciptaan tenaga kerja yang tepat guna,” kata Darwoto.
Selain itu, ia juga menaruh perhatian pada kepastian hukum dan iklim investasi yang kondusif bagi pengusaha. Menurutnya, hal ini penting untuk menarik investor, baik dalam industri padat modal maupun padat karya, yang pada akhirnya akan membuka lapangan pekerjaan yang memadai.
Peneliti dan Pengamat Ketenagakerjaan, Tadjuddin Noer Effendi juga menyoroti pentingnya investasi dalam penyerapan tenaga kerja. Menurutnya, kurangnya investasi bisa menjadi batu sandungan dalam memanfaatkan bonus demografi.
Ditambahkan Darwoto, kurangnya investasi yang masuk ke Indonesia sejauh ini disebabkan oleh tiga faktor utama. Pertama, masalah perizinan investasi yang berbelit-belit. Kedua, kondisi politik yang tidak stabil.
“Ketiga, kompetensi SDM yang belum memadai untuk mengisi peluang kerja yang tersedia,” kata Tadjuddin.
Karena itu, Ia mendorong pemerintah untuk mencari solusi untuk mengatasi ketiga faktor minimnya investasi itu, agar pemaksimalan bonus demografi pada 2045 tak berujung hanya jadi mimpi.(*)
Oleh: Putri –InfoPublik