PALU, 50detik.com – Semakin mendekati hari pencoblosan pemilihan Walikota-Wakil Walikota Palu 2020, linimasa media sosial semakin sesak postingan hoaks, fitnah dan ujaran kebencian.
Para relawan dan pendukung sepertinya tidak punya etika dalam menuliskan dan menuangkan rangkaian kata mereka di medsos.
Perbuatan fitnah dan kebohongan yang sebenarnya dilarang keras oleh agama dan budaya seolah tak berarti oleh syahwat politik sesaat.
Seperti halnya yang disampaikan Ketua Tim Operasi Pemenangan Koalisi Palu Bangkit, Abd. Rahman, ST.,IAI. Sosok yang akrab disapa Umang ini menilai, fenomena ini bukan persoalan baru dalam kontestasi politik di negeri ini.
Menurut Umang, kelakuan buruk para pendukung kandidat paslon (pasangan calon) sudah menjadi persoalan klasik sejak beberapa tahun belakangan, atau sejak media konvergensi seperti facebook, instagram dan twitter mulai booming sebagai media social di Indonesia.
‘’Kita masih ingat bagaimana linimasa media social pada Pilpres tahun lalu, sempat menjadi arena pertempuran hoax, fitnah dan ujaran kebencian para pasukan cyber pendukung masing-masing calon,’’kata Umang saat Dialog Publik bersama para mahasiswa Kota Palu di salah satu Warung Kopi di Jalan Lasoso, Palu Barat, Rabu (4/11/2020).
Dalam dialog dengan mahasiswa Kota Palu tersebut, Umang didampingi Sekretaris Relawan Paslon 3, Hidayat-Habsa, Ismail.
Memang lanjut Umang, situasi Pilwalkot Palu berbeda dengan Pilpres di tahun kemarin, skalanya pun kecil, tidak sepanas Pemilu Presiden. Namun, fenomena itu sedang terjadi saat ini. Sedikit banyak akan menunjukan permasalahan psikologis, sosial dan keamanan.
Olehnya itu, diperlukan kesadaran dan kepedulian semua pihak untuk menjaga suasana Pilkada calon Walikota-Wakil Walikota Palu agar tetap kondusif, terutama aktivitas para pendukung pasangan calon di media sosial.
Selain itu kata Umang, sejatinya para kandidat juga harus pro aktif dalam mengedukasi pendukungnya, agar lebih santun dan dewasa dalam bermedsos.
Di tempat yang sama, Ismail yang juga mendampingi Umang pada dialog tersebut, mengatakan bahwa pemanfaatan issu SARA dalam politik dapat mencederai nilai toleransi yang sudah terbangun di masyarakat Kota Palu.
“Tidak ada tempat bagi penganut SARA di Kota Palu, kegiatan politik semacam itu justru mencederai nilai-nilai toleransi yang kita anut bersama,” ujar Ismail,
Ia mengimbau untuk bersama-sama mengingatkan kepada masyarakat agar menghindari penggunaan issu SARA, khususnya pada Pilkada Walikota Palu yang berlangsung pada 9 Desember 2020 mendatang.
“Konstitusi kita mencatat, kita punya kesempatan yang sama dalam hal dipilih dan memilih. Jauhkan politik SARA dari pikiran kita dan perbuatan kita, keberagaman ini bukan hanya berhenti pada sekedar wacana. Namun, mahasiswa juga menjadi garda terdepan, membuktikan praktis secara konkret bahwa harmonis dan keragaman mesti dituangkan dalam kenyataan kehidupan sehari hari,” pungkas Ismail.***
Terpisah, Angga, yang merupakan Ketua Tim Media Center H2P pada media ini menambahkan, bahwa jika upaya edukasi tidak dilakukan atau tidak merubah perilaku para pendukung, maka melaporkan penyebar fitnah, ujaran kebencian dan issu SARA ke pihak berwajib adalah solusi yang paling tepat dan efektif untuk membuat efek jera dan meredam suasana panas di Medsos.***
Sumber: Media Center Koalisi Palu Bangkit