Palu, 50detik.com- Politik identik dengan berbagai macam intrik, maupun trik untuk mencapai sebuah kekuasaan atau jabatan. Ada yang mengatakan politik itu kotor, karena kadangkala sering menghalalkan segala cara demi ambisi kepentingan sesaat. Dalam menjawab tantangan yang semakin kompleks, terkait masalah ini, ada hal yang sangat menggelitik di pikiran kita, terutama partai yang berbasis massa Islam yang ingin mendapatkan suara dalam pemilu menggunakan jargon atau simbol-simbol agama, dengan dalih mengikuti cara berpoltik ala Nabi. ada sebuah pertanyaan yang harus segera dicari solusinya, yaitu: apakah wajib mengikuti cara berpolitik ala Nabi?
Untuk menjawab pertanyaan di atas dibutuhkan pemahaman yang cukup mendalam terhadap sejarah maupun dasar pengambilan hukumnya.
Pada dasarnya, segala urusan ibadah itu harus mengikuti petunjuk dari Nabi, tidak bisa direkayasa dengan logika semata, misalnya perintah salat, haji harus mengikuti aturan Nabi, sebalikya dalam urusan selain ibadah, seperti adat kebiasaan atau bidang muamalah (hubungan sesama manusia) harus disesuaikan dengan maslahat (kebaikan) yang terkandung di dalamnya, hal ini senada dengan pernyataan Imam Al Syatibi dalam kitabnya Al Muwafaqat terkait masalah penjelasan di atas, politik masuk ke dalam kategori adat kebiasaan, serta masuk dalam ranah muamalah. Jadi dalam hal ini menyesuaikan kondisi yang sesuai dengan konteks saat ini.
Di zaman Nabi, ketika berperang masih menggunakan peralatan yang kurang canggih seperti pedang, tombak, maupun peralatan sejenis lainnya. Apabila persenjataan ini masih dipakai saat ini, maka bisa dipastikan umat Islam akan tertinggal jauh di belakang umat lain, karena kekuatan lawan yang super canggih dalam peralatan perangnya, mulai dari tank, bom atom yang bisa menghancurkan banyak negara.
Namun masih banyak kebijakan-kebijakan Nabi yang dipandang masih relevan apabila diterapkan masa sekarang, terutama etika berpolitik Nabi terhadap lawan-lawan politiknya. Misalnya sifat ramah dan santun yang dimiliki, mampu mengalahkan lawan tanpa menggunakan kekerasan. Sejarah telah mencatat bahwa kebijaksanaan yang diterapkan Nabi sungguh memukau banyak kalangan terkait fathu Makkah (terbukanya kota Makkah) dari kafir Quraisy setelah umat Islam banyak diintimidasi dan disiksa, bukannya balas dendam terhadap mereka, sebaliknya memafkan, serta memberi jaminan bagi yang masuk kota Makkah, atau masuk ke rumah Abu Sufyan maka akan aman, hal ini sebagai tanda bukti keluhuran budi pekerti beliau.
Sisi lain yang masih relevan diterapkan saat ini ialah Nabi sangat perhatian terhadap rakyatnya atau umatnya, terutama beliau sangat serius menangani masalah yang berkaitan dengan orang yang lemah dalam ekonomi dan sosial. Saat ini, kita jarang menemukan sesosok politikus seperti beliau.
Pada akhirnya, simbol-simbol agama jangan sampai digunakan untuk melegitimasi kepentingan pribadi, maupun golongannya.